|
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Perubahan iklim sebagai implikasi dari pemanasan
global mengakibatkan ketidakstabilan di permukaan bumi. Global warming atau yang sering
dikenal dengan istilah pemanasan global, merupakan suatu masalah yang banyak
menjadi pemberitaan hangat melalui media massa, baik cetak maupun elektronik.
Pemanasan global adalah peningkatan suhu rata-rata di permukaan bumi sebagai
dampak dari efek rumah kaca. Intergovermental
Panel on Climate Change (IPCC) atau Panel Antarpemerintah mengenai Perubahan
Iklim menyatakan bahwa suhu rata-rata bumi telah meningkat 0,9 hingga 1,3.
Berdasarkan laporan hasil pengamatan tim peneliti Swiss yang
ditulis dalam jurnal Environmental
Research Letters menyatakan bahwa manusia menyumbang 74% faktor penyebab
perubahan iklim. Penyumbang lainnya adalah alam (26%).
Menurut laporan IPCC, abad 21 (2001-2010) merupakan
satu dekade terpanas dengan suhu di permukaan bumi rata-rata mencapai 14,47.
Rata-rata suhu bumi akan naik antara 0,3 ke 0,7 pada periode 2016-2035. Salah satu penyebab
pemanasan global adalah meningkatnya konsentrasi emisi gas rumah kaca. Gas
rumah kaca adalah gas-gas yang dapat meloloskan sinar matahari untuk masuk ke
atmosfer, tetapi menahan inframerah yang dilepaskan kembali oleh permukaan
bumi. Gas-gas yang memberi efek rumah kaca seperti:
a.
CO2 (50%)
dihasilkan dari pembakaran, barang tambang, kendaraan bermotor, pembangkit
lisrik, minyak dan gas alam.
b.
CFC (15-20%) dihasilkan
dari penggunaan pendingin seperti kulkas dan AC.
c.
CH4 (20%) dihasilkan dari penguraian limbah
organik, dan efek dari penggunaan pupuk nitrogen pada produksi peternakan dan
pertanian.
d.
NO2 (10%)
dihasilkan dari penguraian pupuk tertentu dalam tanah.
Peningkatan suhu yang ekstrim ini menyebabkan kondisi fisis
atmosfer kian tidak stabil dan menimbulkan terjadinya anomali-anomali terhadap
cuaca yang berlangsung lama. Dalam jangka panjang, pemanasan global akan
menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang berdampak buruk terhadap
pertumbuhan tanaman dalam sistem metabolisme dan fisiologi tanaman. Maka,
perubahan iklim global akan berdampak buruk terhadap keberlanjutan pembangunan
pertanian (Las, 2007). Pada tanaman yang tidak tahan pada curah hujan yang
tinggi, maka tanaman tidak akan tumbuh dengan baik pada iklim yang tidak
menentu. Bahkan, tanaman juga tidak akan lepas dari dampak pemanasan global
akibat peningkatan suhu secara drastis.
Sehubungan dengan karya tulis ini, akan memberikan informasi dan
pemahaman yang bermanfaat mengenai pengaruh pemanasan global yang diikuti
dengan perubahan iklim dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada bagian latar belakang di atas, maka
dalam penulisan karya tulis ini, penulis mengajukan rumusan masalah sebagai
berikut:
1.
Apa yang dimaksud
dengan pemanasan global dan perubahan iklim?
2.
Bagaimana pengaruh
iklim terhadap pertumbuhan tanaman?
3.
Bagaimana dampak adanya
perubahan iklim terhadap pertumbuhan tanaman?
4.
Bagaimana upaya untuk
meminimalkan dampak perubahan iklim terhadap pertumbuhan tanaman?
C.
Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah yang diberikan, tujuan penulisan
karya tulis ini, antara lain:
1.
Untuk mengetahui apa
itu pemanasan global dan perubahan iklim.
2.
Untuk mengetahui
pengaruh iklim terhadap pertumbuhan tanaman.
3.
Untuk mengetahui dampak
pemanasan global terhadap pertumbuhan tanaman.
4.
Untuk mengetahui
upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalkan dampak pemanasan global
terhadap pertumbuhan tanaman.
D.
Manfaat Penulisan
Penulisan karya tulis ini diharapkan dapat bermanfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkaitan dengan pemanasan
global, dapat dijadikan sebagai himbauan, masukan, dan kesadaran kepada
masyarakat akan pentingnya menjaga bumi dan lingkungannya dari berbagai dampak
yang ditimbulkan oleh adanya pemanasan global yang diikuti dengan perubahan
iklim dunia. Serta, dapat menerapkan upaya-upaya yang diberikan dalam kehidupan
sehari-hari.
|
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pemanasan Global dan Perubahan Iklim
Pemanasan global adalah meningkatnya suhu rata-rata permukaan
bumi sebagai dampak dari efek rumah kaca. Efek rumah kaca adalah peristiwa
terperangkapnya radiasi inframerah dari permukaan bumi oleh gas rumah kaca (CO2,
CFC, CH4, NO2) sehingga suhu bumi memanas. Efek rumah
kaca memiliki manfaat bagi makhluk hidup di bumi, karena dapat menghangatkan
bumi. Tanpa adanya efek rumah kaca, suhu rata-rata bumi adalah -18.
Jika bumi serendah itu, maka bumi tidak dapat didiami oleh makhluk hidup.
Akan tetapi, akibat jumlah gas rumah kaca yang berlebih di
atmosfer, gas-gas tersebut akan menyerap dan memantulkan kembali radiasi
gelombang yang dipancarkan bumi secara berulang-ulang, akibatnya panas tersebut
akan tersimpan di permukaan bumi. Hal ini yang menyebabkan suhu rata-rata di
permukaan bumi terus meningkat, sehingga menimbulkan pemanasan global. Pemanasan
global tersebut akan diikuti dengan perubahan iklim yang ekstrim.
Iklim adalah rata-rata peristiwa cuaca di suatu wilayah yang
relatif luas dan diamati dalam waktu yang lama. Perubahan iklim adalah
terjadinya perubahan kondisi atmosfer, seperti suhu, dan cuaca dalam waktu yang
lama. Perubahan iklim dapat dikatakan sebagai keadaan, dimana suhu rata-rata di
bumi mengalami kenaikan yang ekstrim dan terjadinya pergeseran musim.
Menurut IPCC (2001), menyatakan bahwa perubahan iklim merujuk
pada variasi rata-rata kondisi iklim suatu tempat atau pada variabilitas yang
nyata untuk jangka waktu yang panjang. Perubahan iklim disebabkan karena proses
internal ataupun eksternal, serta ulah manusia yang terus-menerus merubah
komposisi atmosfer atau tata guna lahan.
Dalam laporan oleh panel iklim PBB,
meyakini bahwa manusia adalah ‘penyebab dominan’ pemanasan global yang terjadi
sejak tahun 1950an. Hal ini dibuktikan dalam laporan hasil tim peneliti lintas
negara, dari Australia, Kanada, Inggris, dan Amerika Serikat yang mensurvei
11.994 hasil penelitian akademis oleh 29.083 ilmuan dari seluruh dunia pada
periode 1991-2001. Hasilnya, tim peneliti menemukan 97,1% hasil penelitian
ilmiah mendukung teori bahwa pemanasan global dipicu oleh aktivitas manusia.
Di Asia terjadi kenaikan suhu sebesar 1 hingga 3Meningkatnya
suhu global menyebabkan meningkatnya permukaan air laut. Data terbaru IPCC,
menunjukkan bahwa rata-rata suhu permukaan bumi naik 0,89 dari periode 1901 hingga 2012. Pada periode
2016-2035 rata-rata suhu bumi akan naik antara 0,3 ke 0,7.
Sementara itu, pada periode 2081-2100 rata-rata suhu bumi akan naik 1,5hingga
2 (tergantung pada konsentrasi emisi gas rumah
kaca).
Perubahan iklim akibat pemanasan global yang terjadi di
Indonesia adalah naiknya suhu rata-rata tahunan sebesar 0,3,
penurunan dan perubahan pola hujan sebesar 2-3%. Dimana curah hujan di bagian
selatan mengalami kenaikan sedangkan di bagian utara mengalami penurunan.
Dampak yang ditimbulkan dari kondisi ini adalah ketersediaan air yang tidak
menentu, kekeringan, banjir. Kondisi ini dapat mempengaruhi kemampuan produksi
pertanian yang bisa mempengaruhi ketahanan pangan (FAO, 2007)
Berdasarkan laporan IPCC ke 5 yang berjudul
“Physical Science Basis” menyatakan bahwa bumi kini menghadapi risiko iklim
yang makin ekstrim. Hal ini dibuktikan dengan maraknya bencana-bencana yang
terjadi. Berdasarkan data
kebencanaan BNPB (2012), dilaporkan dalam periode waktu 1815-2012 bencana
banjir (38%), puting beliung (18%), tanah longsor (16%), dan kekeringan (13%)
merupakan bencana yang paling sering terjadi di Indonesia. Dalam kurun waktu
1900-2006, berdasarkan laporan tersebut, terjadinya peningkatan kejadian
bencana yang terkait dengan perubahan iklim belum dapat dipastikan apakah
kejadian ini semata-mata disebabkan oleh adanya perubahan iklim atau oleh
faktor lainnya.
B.
Pengaruh Iklim terhadap Pertumbuhan Tanaman
Kenaikan suhu global, kekeringan, banjir, dan perubahan pola hujan,
dapat mengancam produktivitas di bidang pertanian, ketersediaan air, dan
masalah kesehatan. Diperkirakan setidaknya 81.000 petani harus memiliki sumber
matapencaharian alternatif dikarenakan terganggunya lahan mereka akibat
perubahan iklim. (Cruz, 2007)
Beberapa penemuan terakhir mulai memperjelas adanya pengaruh
iklim terhadap produksi pertanian. Pengaruh pada produksi pertanian disebabkan
oleh produktivitas tanaman, organisme
penganggu tanaman, dan kondisi tanaman. Produktivitas pertanian berubah-ubah
secara nyata dari tahun ke tahun. Perubahan cuaca dan iklim secara drastis,
lebih berpengaruh terhadap pertanian. Hal ini disebabkan karena tanaman sangat
peka terhadap perubahan cuaca yang sifatnya sementara dan drastis. (Munawar,
2010)
Pemantauan unsur-unsur cuaca seperti radiasi matahari, hujan,
awan, angin, tekanan udara, kelembapan, dan suhu udara sangat diperlukan.
Khususnya pada saat pergantian musim, baik antara musim hujan ke kemarau, atau
sebaliknya. Awal musim hujan sangat menentukan penentuan saat tanam, sedangkan
awal musim kemarau menentukan tingkat keberhasilan panen, karena akhir musim
pertanaman sangat ditentukan oleh ketersediaan air menjelang kemarau.
(Chasanah, 2010).
Ilmu yang mempelajari mengenai iklim disebut dengan klimatologi.
Manfaat mempelajari klimatologi yaitu untuk meningkatkan kewaspadaan dari
pengaruh iklim yang semakin sulit diprediksi. Sehingga, dengan diperkirakannya
kondisi iklim yang akan terjadi, maka dapat dilakukan usaha untuk menyesuaikan
dengan kondisi yang mungkin terjadi. Dalam pertanian, klimatologi digunakan
sebagai tolok ukur untuk menentukan kondisi unsur-unsur cuaca dalam suatu kurun
waktu tertentu. Dalam kaitan dengan produksi tanaman adalah untuk menghitung
hasil produksi tanaman dari kondisi alam, baik yang telah berlangsung, sedang
berlangsung atau yang akan berlangsung agar tidak terjadi kemelesetan yang
sangat jauh dalam kegiatan produktivitas tanaman. (Rahayu, 2008)
C.
Dampak Perubahan Iklim terhadap Pertumbuhan Tanaman
Perubahan iklim global akan mempengaruhi unsur-unsur iklim dan
komponen alam yang sangat erat kaitannya dengan pertanian, yaitu: (1) berubahnya pola hujan, (2) makin
meningkatnya intensitas kejadian El-Nino dan La-Nina, dan (3) naiknya suhu
udara yang berdampak terhadap unsur iklim lain. (Direktorat Pengelolaan Air,
2009) Berikut merupakan faktor-faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman yang disebabkan oleh perubahan iklim.
1)
Berubahnya Pola Curah Hujan
Kebutuhan utama bagi pertumbuhan tanaman yang sehat dan
produktif adalah ketersediaan air yang cukup. Sebaliknya dampak kekurangan air
bagi tanaman akan berakibat jangka panjang. Kekurangan air sering terjadi
akibat kurangnya curah hujan. Pola curah hujan yang polanya sudah berubah dan
sulit diprediksi merupakan suatu isyarat kepada kita untuk mengelola jumlah
curah hujan (air) secara efesien dan efektif dalam mendukung upaya peningkatan
produksi yang optimal. (Linedin, 2012).
Perubahan iklim juga menyebabkan terjadinya perubahan jumlah
hujan dan pola hujan yang mengakibatkan pergeseran awal musim dan periode masa
tanam. Penurunan curah hujan telah menurunkan potensi masa tanam padi
(Runtunuwu dan Syahbuddin, 2007).
Curah hujan yang lebat dapat menganggu pembungaan dan penyerbukan.
Hal ini disebabkan karena air dapat melarutkan dan membawa makanan yang
diperlukan bagi tumbuhan dari dalam tanah. Adanya air tergantung dari curah
hujan. Sedangkan curah hujan sangat tergantung dari iklim di daerah yang
bersangkutan. Curah hujan memegang peranan dalam pertumbuhan dan produksi
tanaman pangan. Hal ini disebabkan karena air merupakan unsur hara dari tanah
ke akar yang dilanjutkan ke bagian-bagian tumbuhan yang lainnya. Fotosintesis akan
menurun jika 30% kandungan air dalam daun hilang, kemudian proses fotosintesis
akan berhenti jika kehilangan air mencapai 60%.
Sedangkan, perubahan pola hujan yang intensitasnya semakin kecil
akan menyebabkan cekaman kekeringan yang merugikan pertumbuhan tanaman,
menurunkan hasil panen, dan mengancam kelangsungan hidup tanaman. Cekaman
kekeringan menyebabkan berkurangnya ukuran daun, pemanjangan batang dan
proliferasi akar (Farooq, 2011).
Menurut Blum (2011) kekeringan didefininsikan sebagai
ketersediaan air yang tidak mencukupi, sehingga menyebabkan penurunan produksi
tanaman. Kekeringan merupakan kesenjangan antara kebutuhan tanaman terhadap air
dan ketersediaan air. Pada tingkat fisiologis dan metabolisme, kekeringan
menyebabkan penghambatan pertumbuhan tunas, pengurangan transpirasi, penutupan
stomata, dan penghambatan fotosintesis akibat kurangnya ketersediaan air.
Seperti yang diungkapkan Kepala Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur Wibodo Eko
Putro, dilansir oleh CNN Indonesia (2015), bahwa akibat bencana kekeringan,
krisis air berdampak ke pertanian. Misalnya, pertanian di berbagai wilayah
daerah di Jawa Timur, seluas 20.978 ha telah kering kerontang, dan gagal panen
seluas 788,8 ha.
Perubahan pola curah hujan juga menurunkan ketersediaan air pada
waduk, terutama di Jawa. Sebagai contoh, selama 10 tahun rata-rata volume
aliran air dari DAS Citarum yang masuk ke waduk menurun dari 5,70 milliar m3/tahun
menjadi 4,90 miliar m3/tahun (Syarifuddin, 2011). Kondisi tersebut
berpengaruh terhadap turunnya kemampuan waduk Jatiluhur dalam mengairi sawah.
Dengan kondisi perubahan curah hujan tersebut, jika petani masih menggunakan
pola tanam seperti kondisi normal, maka kegagalan panen akan semakin sering
terjadi. Sehingga, dengan penurunan curah hujan dan ketersediaan air waduk,
petani perlu mengubah pola tanam padi menjadi non-padi.
Dampak perubahan pola hujan
diantaranya mempengaruhi waktu dan musim tanam, pola tanam, degradasi lahan,
kerusakan tanaman, dan produktivitas tanam, luas areal tanam dan areal panen,
serta kerusakan keanekaragamaan hayati.
2)
Makin Meningkatnya Anomali Iklim Seperti El-Nino dan La-Nina.
Perubahan siklus hidrologi ditunjukkan oleh periode El-Nino dan
La-Nina yang semakin sering. La-Nina merupakan fenomena alam yang ditandai
dengan kondisi suhu muka laut di perairan Samudra Pasifik berada di bawah nilai
normalnya (dingin), sementara kondisi suhu muka laut di perairan Benua Maritim
Indonesia berada di atas nilai normalnya (hangat).
Kondisi suhu permukaan laut di Samudra Pasifik yang dingin
menimbulkan tekanan udara yang tinggi, sementara kondisi hangat perairan
Indonesia menimnulkan tekanan udara rendah. Kondisi ini menyebabkan mengalirnya
massa udara dari pasifik ke wilayah Indonesia. Aliran tersebut mendorong
terjadinya suatu titik pertemuan massa udara yang kaya akan uap air. Akibatnya,
semakin banyak awan yang terkonsentrasi dan menyebabkan turunnya hujan menjadi
lebih lebat. Curah hujan yang tinggi adalah hal yang tidak diinginkan bagi
perkebunan sawit dan perkebunan tebu ketika waktunya panen, namun disukai oleh
areal perkebunan di mana pembibitan sedang dilakukan.
Penduduk Indonesia diminta untuk waspada jika terjadi La-Nina
karena dapat terjadi banjir. Pada tahun La-Nina 1988, 1995, dan 2000 luas
daerah yang mengalami banjir dan genangan berturut-turut mencapai 130ribu
ha, 218 ribu ha, dan 244 ribu ha.
Dengan luasan gagal panen masing-masing
seluas 29ribu ha, 47 ribu ha, dan 59 ribu ha.
Kebalikan dari La-Nina adalah El-Nino ketika suhu permukaan laut
di Samudra Pasifik menghangat dan menyebabkan terjadinya musim kemarau yang
panjang di Indonesia. Penurunan curah hujan pada saat El-Nino dapat mencapai
80mm/bulan (Boer, 2002). Bencana kekeringan sering terjadi di Indonesia.
Berdasarkan hasil pengamatan jangka panjang, menunjukkan bahwa terjadinya musim
kemarau panjang akibat adanya fenomena El-Nino pada umumnya terjadi secara periodik
setiap lima tahun sekali (Bey. 1992). Pada tahun El-Nino 1991, 1994, 1997, dan
2003 luas pertanaman tanaman padi telah mengalami kekeringan berturut-turut seluas
868 ribu ha, 544ribu ha, 504 ribu ha, dan 568 ribu ha dengan luasan gagal panen
seluas 192ribu ha, 161ribu ha, 88 ribu ha, dan 117 ribu ha. Penurunan luas
panen karena kekeringan tersebut mengakibatkan penurunan produksi atau
kehilangan hasil pada tahun 1991 diperkirakan mencapai 1,455 juta ton,
sedangkan pada tahun 1994 dan 1997 menyebabkan kehilangan hasil ton GKG. (Jasis dan Karama, 1998).
Kekeringan merupakan faktor lingkungan yang dapat menghambat
pertumbuhan tanaman dan menurunkan produksi bergantung pada besarnya tingkat
cekaman yang dialami dan fase pertumbuhan tanaman ketika mendapat cekaman
kekeringan. Pada periode cekaman kekeringan yang panjang akan mempengaruhi
seluruh proses metabolisme di dalam sel dan mengakibatkan penurunan produksi
tanaman.
Pada saat kekeringan, sebagian stomata daun menutup sehingga terjadi
hambatan masuknya CO2 dan menurunkan aktivitas fotosintesis.
Kekeringan juga menghambat sintesis protein dan dinding sel (Salisbury dan
Ross, 1995). Pengaruh kekeringan bukan hanya menekan pertumbuhan dan hasil
tanaman, bahkan juga menjadi penyebab kematian tanaman.
Sedangkan La-Nina menyebabkan kerusakan tanaman akibat banjir,
dan meningkatkan intensitas serangan hama dan penyakit. La-Nina menyebabkan
kelembapan dan curah hujan tinggi yang disukai oleh Organisme Penganggu Tanaman
(OPT). Pada daerah yang rawan banjir, kehadiran La-Nina menyebabkan gagal panen
akibat terendamnya tanaman. (Syarifuddin, 2011). Banjir dapat menyebabkan
kehilangan hasil tanaman padi sebesar 214 ton GKG/tahun (Jasis dan Karama,
1998).
Kekurangan lahan pertanian tanaman pangan akibat adanya anomali
iklim El-Nino dan La-Nina dapat diartikan bahwa produksi tanaman akan
terpengaruh oleh kedua kejadian tersebut. Dampak El-Nino dan La-Nina dapat
diketahui langsung dari perubahan
kuantitas atau ketersediaan pangan. Berikut adalah tabel yang berisi luas
tanaman padi di Indonesia yang terkena banjir, kekeringan, dan gagal panen pada
tahun 1987-2006.
Tahun
|
Keadaan Iklim
|
Terkena Banjir (ha)
|
Kekeringan (ha)
|
Gagal Panen (ha)
|
1987
|
El-Nino
|
-
|
430.170
|
-
|
1988
|
La-Nina
|
130.375
|
87.373
|
44.049
|
1989
|
Normal
|
96.540
|
36.143
|
15.290
|
1990
|
Normal
|
66.901
|
54.125
|
19.163
|
1991
|
El-Nino
|
38.006
|
867.997
|
198.054
|
1992
|
Normal
|
50.306
|
42.409
|
16.882
|
1993
|
Normal
|
78.480
|
66.992
|
47.259
|
1994
|
El-Nino
|
132.975
|
544.442
|
194.025
|
1995
|
La-Nina
|
218.144
|
28.580
|
51.571
|
1996
|
Normal
|
107.385
|
59.560
|
50.649
|
1997
|
El-Nino
|
58.974
|
504.021
|
102.254
|
2002
|
El-Nino
|
-
|
350.000
|
42.000
|
2003
|
La-Nina
|
42.000
|
-
|
7.000
|
2006
|
El-Nino
|
-
|
28.095
|
404
|
Tabel 1. Luas Tanaman
Padi di Indonesia yang Terkena Banjir, Kekeringan, Gagal Panen Tahun 1987-2006.
(Sumber: Meiviana, 2006)
Informasi
mengenai fenomena anomali iklim El-Nino dan La-Nina berikut merupakan keadaan
curah hujan yang telah dipublikasikan secara berkala oleh Badan Meteorologi dan
Geofisika (BMG). Informasi mengenai keadaan iklim tersebut, terutama yang
berkaitan dengan meteorologi pertanian, belum terinformasikan secara luas
hingga ke masyarakat, terutama ke petani yang merupakan pelaku langsung atas
produksi pertanian. Padahal, dengan adanya penyebarluasan informasi iklim yang
lebih luas, kerugian akibat anomali iklim El-Nino dan La-Nina dapat
diminimalkan dengan melakukan langkah-langkah antisipasi. (Dikutip dari Jurnal
Ekonomi Pembangunan Volume 12, Nomor 2, Desember 2011).
3)
Naiknya Suhu Udara yang Berdampak Terhadap Unsur Iklim Lain.
Suhu merupakan faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Suhu udara dipengaruhi oleh radiasi yang
diterima oleh permukaan bumi, sementara tinggi rendahnya suhu disekitar tanaman
ditentukan oleh radiasi matahari, kerapatan tanaman, distribusi cahaya dalam
tajuk tanaman, dan kandungan air dalam
tanah. Umumnya, laju metabolisme makhluk hidup akan bertambah dengan
meningkatnya suhu hingga titik optimum tertentu. Suhu optimum tumbuhan (15-30)
merupakan suhu yang paling baik untuk pertumbuhan tanaman.
Beberapa proses metabolisme tersebut antara lain bukaan stomata,
laju penyerapaan air dan nutrisi, fotosintesis, dan respirasi. Menurut Ismal
(1982) peningkatan suhu dapat meningkatkan energi kimia, akan tetapi jika
peningkatan suhu di atas suhu optimum dapat pula mengangu aktivitas enzim di
dalam jarinan tanaman. Akibatnya, terjadi penurunan laju pertumbuhan tanaman.
Pengaruh peningkatan suhu dapat menambah atau bahkan mengurangi
dampak positif yang diberikan dari meningkatnya konsentrasi CO2 di
atmosfer. Peningkatan suhu disekitar iklim mikro tanaman (iklim dalam satu
wilayah spesifik dalam satu area yang
luas) akan menyebabkan hilangnya kandungan air tanah akibat adanya penguapan. Seseorang
yang bekerja di pembibitan atau pertanaman biasanya akan mempertimbangkan iklim
mikro guna memaksimalkan tumbuhnya tanaman, yang aslinya berasal dari daerah
yang iklimnya berbeda. Sehingga, jika terjadi peningkatan suhu disekitar iklim
mikro tanaman akan berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan dan perkembangan
tanaman.
Setiap tanaman memiliki suhu dasar yang merupakan suhu minimum
bagi tanaman untuk bermetabolisme. Suhu minimum (10)
merupakan suhu terendah di mana tumbuhan masih dapat tumbuh. Suhu maksimum
(30-38)
merupakan suhu tertinggi di mana tumbuhan masih dapat tumbuh. Suhu udara atau
suhu tanah berpengaruh terhadap tanaman, yang tercemin dalam laju pertumbuhan,
perkecambahan, pembungaan, pertumbuhan buah, dan pendewasaan atau pematangan
jaringan atau organ tanaman (Lenisastri, 2000).
Besaran suhu dasar ini akan
mempengaruhi besarnya thermal unit
atau jumlah panas yang harus tersedia bagi tanaman untuk optimalisasi
pertumbuhan dengan akumulasi suhu rata-rata harian yang di atas suhu dasar
tanaman. Konsep thermal unit
didasarkan pada teori bahwa perkembangan tanaman tergantung pada jumlah panas
yang diakumulasi selama masa pertumbuhan. Pada hakekatnya, konsep ini adalah
pengungkapan tentang hubungan antara pertumbuhan tanaman dengan suhu
lingkungannya.
Menurut Syarifuddin (2011) hubungan antara thermal unit dengan suhu lingkungan adalah berbanding lurus
sementara berbanding terbalik dengan umur tanaman. Artinya, semakin tinggi
suhu, maka umur tanaman akan semakin pendek.
Dampak peningkatan suhu terhadap tanaman pangan menurut Las
(2007) adalah terjadinya peningkatan transpirasi yang menurunkan produktivitas,
peningkatan konsumsi air, percepatan pematangan buah atau biji yang menurunkan
kualitas hasil, dan perkembangan beberapa organisme penganggu tanaman. Bahkan,
IRRI (International Rice Research
Institute) atau Lembaga Penelitian Padi Internasional menyatakan bahwa
dengan peningkatan suhu udara rata-rata 1 dapat menurunkan produktivitas beras dunia
sekitar 5-10%.
Peningkatan suhu dapat menyebabkan penurunan produksi pada
berbagai jenis tanaman pangan. Pada tanaman padi, dalam fase pembentukan,
tanaman padi sangat sensitif terhadap suhu yang tinggi. Selama tahap ini,
memungkinkan terjadinya stress akibat panas yang akan menimbulkan menurunnya
kesuburan dan kehilangan kualitas hasil. Di samping itu, suhu juga berperan
tehadap perkembangan biji, seperti pengisian biji dan laju produksi bahan
kering pada biji (Kobata, 2004) dan dapat menghambat perkembangan biji pada
padi (Zakaria, 2002), dan gandum (Hawker, 1993).
D.
Upaya dalam Meminimalkan Dampak Perubahan Iklim Terhadap
Pertumbuhan Tanaman
Sehubungan dengan adanya perubahan iklim yang terjadi di
Indonesia, maka seluruh pihak yang bergerak di bidang pangan harus mengerahkan
upaya agar dampaknya terhadap produksi tanaman berjung pada ketahanan pangan
nasional. Oleh karenanya, Kementerian Pertanian membuat strategi-strategi untuk
mengurangi dampak perubahan iklim terhadap pertumbuhan tanaman dalam sektor
pertanian, yakni (1) antisipasi, (2) mitigasi, (3) adaptasi.
Antisipasi merupakan penyiapan arah dan strategi, program dan
kebijakan dalam rangka menghadapi pemanasan global dan perubahan iklim.
Beberapa program yang penting untuk dilaksanakan diantaranya: penyusunan
strategi dan perencanaan pengembangan infrastruktur (terutama jaringan
irigasi), evaluasi tata ruang untuk pengaturan lahan (penyesuaian jenis tanaman
dengan daya dukung lahan), pengembangan sistem informasi dan peringatan dini
banjir serta kekeringan, penyusunan dan penerapan peraturan perundangan
mengenai tata guna lahan dan metode pengelolaan lahan. Serta peningkatan
kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam pemahaman tentang perubahan iklim dan
penerapan teknologi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.
Mitigasi adalah upaya memperlambat laju pemanasan global yang
diikuti dengan perubahan iklim dunia melalui penurunan emisi gas rumah kaca, atau
peningkatan gas-gas rumah kaca. Program ini difokuskan pada aplikasi teknologi
rendah emisi, misalnya varietas unggul dan jenis tanaman yang rendah emisi atau
kapasitas penyerapan karbon tinggi, penyiapan lahan tanpa bakar, pengembangan
dan pemanfaatan bahan bakar hayati, penggunaan pupuk organik, biopestisida, dan
pakan ternak yang rendah akan emisi gas rumah kaca. Selain itu, pengurangan
penggunaan aerosol (tabung semprot), menghemat air dan energi, dan mendaur
ulang barang-barang. (Herdiani, 2012).
Adaptasi merupakan upaya penyesuaian teknologi, manajemen dan
kebijakan di sektor pertanian dengan pemanasan global dan perubahan iklim.
Program adaptasi difokuskan pada aplikasi teknologi adaptif, terutama pada
tanaman pangan. Misalnya penyesuaian pola tanam, penggunaan varietas unggul
adaptif terhadap kekeringan, genangan atau banjir, kadar garam yang terlarut
dalam air (salinitas), serta penganekaragaman pertanian, teknologi pengelolaan
lahan, pupuk, air, dan lain-lain. Teknologi adaptasi yang dikembangkan dalam
menghadapi perubahan iklim terhadap pertumbuhan tanaman adalah penerapan
kalender tanam (pola tanam yang berdasarkan pola curah hujan dan ketersediaan
air irigasi), penanaman varietas unggul baru yang adaptif, teknologi
pengelolaan sumber daya air atau teknologi yang dapat mengidentifikasi potensi
ketersediaan air, tenologi irigasi, serta teknologi pengelolaan sumber daya
lahan/tanah seperti pemupukan. (Herdiani, 2012)
|
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan di atas, penulis
dapat mengambil kesimpulan bahwa:
1.
Pemanasan global adalah
peningkatan suhu rata-rata di permukaan bumi akibat peningkatan emisi gas-gas
rumah kaca. Efek rumah kaca merupakan peristiwa terperangkapnya radiasi
inframerah dari permukaan bumi oleh gas rumah kaca, sehingga suhu di bumi
menghangat dan bumi dapat didiami oleh makhluk hidup. Akan tetapi, jika terjadi
secara berlebihan tanpa dibarengi dengan penyerapannya, akan menimbulkan
kenaikan suhu secara global. Pemanasan global akan diikuti dengan perubahan
iklim yang berdampak buruk bagi pertumbuhan tanaman.
2. Iklim merupakan rata-rata cuaca di suatu wilayah yang relatif
luas dan diamati dalam waktu yang lama. Iklim memiliki pengaruh yang sangat
besar bagi pertumbuhan tanaman. Misalnya dalam beberapa proses metabolisme
tanaman seperti bukaan stomata, laju transpirasi, laju penyerapan air dan
nutrisi, fotosintesis, dan respirasi.
3. Pemanasan global yang diikuti dengan perubahan iklim sangat
berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Perubahan iklim adalah terjadinya
perubahan kondisi atmosfer, seperti suhu, dan cuaca dalam waktu yang lama. Misalnya,
(1) berubahnya pola curah hujan, (2) meningkatnya intensitas kejadian anomali
iklim seperti El-Nino dan La-Nina, dan (3) Naiknya suhu udara yang berdampak terhadap
unsur iklim lain.
4. Akibat dari pengaruh pemanasan global yang diikuti dengan
perubahan iklim yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman, maka diberikan
strategi-strategi untuk meminimalkan kerugian dalam bertanam. Strategi-strategi
tersebut adalah (1) antisipasi, (2) mitigasi, dan (3) adaptasi.
B.
Saran
Dari kesimpulan tersebut, maka penulis mencoba mengajukan
beberapa saran, sebagai berikut:
1.
Guru dapat menjadi
fasilitator yang baik untuk mengenalkan tentang pemanasan global yang akan diikuti
oleh perubahan iklim dunia.
2. Siswa dapat lebih aktif dalam menggali dan mempelajari tentang
pemanasan global dan perubahan iklim, baik akibat dan dampaknya.
3. Pemerintah dan media dapat menjadi fasilitator yang baik dalam
pemberitaan mengenai perubahan cuaca dan iklim di berbagai daerah, sehingga
dapat mengantisipasi bencana-bencana yang mungkin akan terjadi, sehingga dapat mengurangi
kegagalan panen.
4. Masyarakat lebih mempelajari mengenai strategi-strategi AMA
(Antisipasi, Mitigasi dan Adaptasi) dan menerapkannya di kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
Ani
Rufaida, S. S. 2013. Fisika Peminatan
Matematika dan Ilmu-Ilmu Alam untuk
SMA/MA XI.
Surakarta : Mediatama
Anonim. 2013. Anomali
Bumi Terus Terjadi
http://www.hijauku.com/2013/01/16/nasa-anomali-suhu-bumi-terus-terjadi/,
diakses pada 9 April 2017
Anonim. 2012. Dekade
Kritis Aksi Perubahan Iklim.
http://www.hijauku.com/2012/08/22/dekade-kritis-aksi-perubahan-iklim/,
diakses pada 9 April 2017
Anonim. 2013. Laporan
IPCC Mengenai Perubahan Iklim.
http://www.hijauku.com/2013/09/28/laporan-ipcc-kini-saatnya-beraksi/,
diakses pada 9 April 2017
Anonim. 2017. 2016
Pecahkan Rekor Tahun Terpanas.
http://www.hijauku.com/2017/01/08/2016-pecahkan-rekor-tahun-terpanas/,
diakses pada 9 April 2017
Anonim.
2015. Pengertian Pemanasan Global.
http://www.artikelsiana.com/2015/03/pengertian-pemanasan-global-penyebab-dampak-akibat-html,
diakses pada 1 Maret 2017
Arini, dkk. 2011. Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 12, Nomor 2.
http://journals.ums.ac.id,
diakses pada 11 April 2017
Bambang.
2008. Seribu Pena Biologi SMP Kelas VII
Jilid 1. Jakarta:
Penerbit
Erlangga
Elvina. 2012. Upaya
Mengatasi Dampak Perubahan Iklim di Sektor
Pertanian.
http://www.bbpp-lembang.info/index.php/arsip/artikel/artikel-pertanian/551-upaya-mengatasi-dampak-perubahan-iklim-di-sektor-pertanian, diakses pada 10
April 2017
Magfira. 2011. Dampak
Perubahan Iklim Bagi Pertumbuhan
Tumbuhan.
http://programstudimplk.blogspot.co.id/2011/05/dampak-perubahan-iklim-bagi-pertumbuhan.html,
diakses pada 10 April 2017
Rafaida,
Anis Dyah. 2011. Mengenal Cuaca dan Iklim.
Klaten: Cempaka Putih
Rahmi. 2013. Iklim
Merupakan Pembatas Utama dalam Pertumbuhan
Risky. 2012. Dampak
Perubahan Iklim Terhadap Pertumbuhan
Tanaman.
http://riskyridhaagriculture.blogspot.co.id/2012/02/dampak-perubahan-iklim-terhadap.html,
diakses pada 10 April 2017
Suktiyono.
2009. IPA Biologi SMP dan MTs Jilid.
Jakarta : Esis.
Sri Hayati, dkk. 2007. Ilmu Pengetahuan Sosial Geografi untuk SMP
dan
MTs Kelas VII. Jakarta : Esis
Sri Hayati, dkk. 2007. Ilmu Pengetahuan Sosial Geografi untuk SMP
dan
MTs Kelas VIII. Jakarta : Esis
Sri
Sulasti. 2012. Bilingual Science: Physics
for Junior High School Grade IX.
Jakarta:
Penerbit Erlangga
Waidatin. 2016. Makalah
Pemanasan Global.
http://www.slideshare.net/Waidatin12335/makalah-pemanasan-global/,
diakses pada 20 Maret 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar