Kita berbeda.
Kita diciptakan Tuhan berbeda, namun pada porsinya
masing-masing.
Kita diberikan kelebihan dan kekurangannya masing-masing.
Tergantung bagaimana kita menonjolkan diri kita.
Apakah kita menonjolkan
kelebihan ataukah kekurangan kita?
Namun, disisi lain, kita juga berbeda. Mungkin dari
perbedaan ini bisa membuat kita bersatu, namun bisa juga membuat hal itu
terpecah belah dan tidak akur.
Kita berbeda. Dan itulah yang membuatku takut. Takut
bahwa kita tidak akan berakhir bersama. Kita tidak bisa melewatinya dengan baik
sesuai dengan ekspetasi kita.
Bukankan sudah sering muncul kata-kata, Realita
tidak seindah ekspetasi.
Tentu saja 99% manusia berkata bahwa itu adalah
benar adanya. Dan aku takut bahwa itu akan terjadi. Merusak segala ekspetasi
dengan realita bahwa kita tidak mungkin untuk bersama dan bersatu.
Bukan tidak ingin, tapi hal itu begitu sulit.
Butuh waktu.
Butuh kekuatan lebih.
Yang ‘sama’ saja terkadang sulit untuk menyamakan.
Apalagi yang ‘beda’? Bukankah sudah jelas?
Ya, mungkin ini adalah salahku yang membuat semua
ini sudah terjadi dan masih berlanjut. Aku tidak tahu hal ini akan terjadi
sampai kapan. Aku hanya berdoa, dan selalu berdoa, semua ini akan baik-baik
saja. Diawali dengan baik-baik, maka harus bisa diakhiri dengan baik pula.
Endingnya bagaimana, akupun tidak tahu bagaimana… dan kapan hal ini akan
berakhir.
Aku –mungkin terlalu egois baginya. Ketika dia lelah
dengan pekerjaannya, kerjaanku hanyalah menginginkan bahwa dia selalu ada
untukku. Tidah memahami bahwa memang dia sibuk. Aku selalu menunggunya,
menunggu dengan ketidakpastian apakah dia akan respon dengan cepat atau tidak.
Namun, sering kali hal ini mendapatkan zonk. Apa yang kita harapkan tidak
melulu langsung terjadi.
Bukan dia yang berubah. Tapi aku yang berubah.
Bukan dia yang egois. Tapi aku yang egois.
Bukan dia yang tidak perhatian. Tapi aku yang tidak
perhatian terhadapnya.
Bukan dia yang tidak sayang. Tapi aku yang terlalu
sayang –sehingga aku terlalu overthinking yang jatuhnya adalah negative
thinking.
Bukan dia yang salah. Tapi aku yang salah. Sangat
salah bahwa akulah yang memulai hal ini.
Bukan dia yang tidak sabar. Tapi akulah yang tidak
sabar. Selalu menginginkannya dengan instan.
Bukan dia yang jahat. Tapi aku lah yang membuatnya terlihat
jahat.
Maaf.
Semuanya adalah keegoisanku.
Dia hanya terlalu sabar. Dia hanya terlalu baik. Sampai aku luluh kembali… dan jatuh pada
lingkaran cinta lagi.
Lagi… aku merasakan kegalauan hati.
Namun kali ini, bedanya, adalah aku yang jahat.
Aku tidak tahu harus berkata apa lagi.
Maaf, kalau aku terlalu egois dan jahat. Hanya
memikirkan diriku sendiri. Maaf.
Aku terlalu takut bahwa aku akan mengecewakanmu, dengan
segala harapmu.
Doaku yang terbaik selalu besertamu. Semoga engkau
selalu diberi kemudahan dalam melakukan segala kegiatanmu. Do the best, and I
wish you all the best too. I believe that everything is gonna be alright. Not
today, but eventually. Because good things take time, right?
D-3 to your day. Enjoy the moments, sayangku.
Semangat! :)
God bless us... and God bless our relationship –or special
friendship? :)
29 November 2018
Palangkaraya, 8:06PM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar