Sabtu, 12 Agustus 2017

KRONOLOGIS KERUSUHAN MEI 1998 & URAIANNYA



Tugas Kelompok

            Anda telah menyimak berbagai kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia. Tugas Anda sekarang adalah mencari contoh kasus pelanggaran HAM. Berikan uraian tentang kategori pelanggaran HAM yang terjadi berdasarkan pertanyaan-pertanyaan berikut.
1.      Apabila kasus pelanggaran HAM tersebut termasuk pelanggaran HAM berat? Sertakan alasannya!
2.      Tuliskan kategori pelanggaran HAM berat dalam kasus tersebut, jika kasus tersebut merupakan kasus pelanggaran HAM berat!
3.      Tentukan pengadilan yang berhak mengadili kasus pelanggaran HAM tersebut!
4.      Bagaimana seharusnya pemerintah menyikapi maraknya pelanggaran HAM di Indonesia? 

Jawab:

Kasus Peristiwa Kerusuhan Mei 1998 di Jakarta

Peristiwa kerusuhan Mei 1998 diawali oleh krisis financial Asia dan dipicu oleh tragedy Trisakti dimana, 4 mahasiswa Universitas Trisakti ditembak dan terbunuh dalam demonstrasi 12 Mei 1998. Peristwa Mei 1998 merupakan suatu gerakan reformasi di Indonesia yang dilatarbelakangi oleh berbagai faktor (faktor politik, sosial dan ekonomi).
Dari faktor politik, kronologi gerakan reformasi ini diawali dengan adanya sidang umum MPR pada bulan Maret 1998, yang memilih Soeharto dan B.J. Habibie sebagai presiden dan wakil presiden RI untuk masa jabatan 1998-2003. Soeharto kemudian membentuk dan melantik Kabinet Pembangunan VII, yang mana cabinet tersebut sarat akan kolusi dan nepotisme. Ditambah juga dengan terjadinya krisis moneter pada saat itu, maka pada bulan Mei 1998, para mahasiswa mulai bergerak untuk menggelar demonstrasi dan aksi keprihatinan yang menuntut penurunan harga barang-barang kebutuhan (sembako), penghapusan KKN, dan juga menuntut pengunduran Soeharto dari kursi Presiden.
Sehingga pada tanggal 12 Mei 1998, para mahasiswa Universitas Trisakti Jakarta menggelar unjuk rasa. Dalam aksi unjuk rasa tersebut telah terjadi bentrokan dengan aparat keamanan yang menyebabkan empat orang mahasiswa yang bernama Elang Mulia Lesmana, Hery Hartanto, Hafidhin A. Royan, dan Henriawan Sie, tertembak hingga tewas, dan puluhan mahasiswa lainnya mengalami luka-luka. Kematian empat mahasiswa tersebut membuat semangat para mahasiswa dan kalangan kampus untuk menggelar demonstrasi secara besar-besaran. Hal ini berlanjut pada tanggal 13 dan 14 Mei 1998, di Jakarta dan sekitarnya. Pada saat itu, terjadi kerusuhan missal dan penjarahan, sehingga kegiatan masyarakat menjadi terhambat. Dalam peristiwa itu, puluhan toko tersebut dibakar, sehingga ratusan orang mati terbakar.
Tanggal 19 Mei 1998, para mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Jakarta dan sekitarnya berhasil menduduki gedung MPR/DPR. Pada saat itu juga, kurang dari satu juta manusia berkumpul di alun-alun utara Keraton Yogyakarta untuk menghadiri pisowanan agung, untuk mendengarkan maklumat dari Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Sri Paku Alam VII, yang mana inti dari maklumat tersebut adalah ‘anjuran kepada seluruh masyarakat untuk menggalang persatuan dan kesatuan bangsa’ dan ‘anjuran agar Presiden Soeharto mengundurkan diri.’
            Pada tanggal 20 Mei 1998, Presiden Soeharto mengundang tokoh-tokoh agama dan tokoh-tokoh masyarakat untuk dimintai pertimbangan dalam rangka pembentukan Dewan Reformasi yang akan diketuai oleh Presiden Soeharto. Puncaknya terjadi pada tanggal 21 Mei 1998,  pukul 10.00 di Istana Negara. Presiden Soeharto meletakkan jabatannya sebagai Presiden RI, di hadapan ketua dan beberapa anggota Mahkamah Agung.
            Pada kerusuhan ini, banyak toko dan perusahaan dihancurkan oleh amuk massa, terutama milik warga Indonesia yang keturunan Tionghoa. Dan juga, terdapat ratusan wanita keturunan Tionghoa yang diperkosa dan mengalami pelecehan seksual dalam kerusuhan tersebut. Sebagian bahkan diperkosa beramai-ramai, dianiaya secara sadis, kemudian dibunuh. Akibatnya, banyak warga Indonesia keturunan Tionghoa yang meninggalkan Indonesia.
Uraian:
Kasus dalam berita tersebut termasuk pelanggaran HAM berat. Kasus Kerusuhan Mei 1998 memenuhi unsur-unsur pelanggaran HAM berat, karena kasus tersebut memenuhi criteria, genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Yang mana, yang dimaksud dengan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan dan/atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelomok bangsa, ras, kelompok etnik, kelompok agama, dengan cara-cara seperti:
1.      Membunuh anggota kelompok.
2.      Mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok.
3.      Menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik, baik secara keseluruhan maupun sebagian.
4.      Memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok.
5.      Memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.
Serta, memenuhi criteria kejahatan terhadap kemanusiaan, yang mana, yang dimaksud dengan kejahatan terhadap kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan. Serangan tersebut dapat bersifat luas, atau sistematik yang ditujukan secara langsung kepada penduduk sipil, dalam bentuk:
1.      Pembunuhan; pemusnahan dan perbudakan.
2.      Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa.
3.      Perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar asas-asas ketentuan pokok hokum internasional.
4.      Penyiksaan.
5.      Pemerkosaanm perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, atau bentuk-bentuk kekerasan seksual.
6.      Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras kebangsaan, etnik, budaya, agama, jenis kelamin, atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hokum internasional.
7.      Penghilangan orang secara paksa.
8.      Kejahatan apartheid yaitu sistem pemisahan ras yang diterapkan oleh suatu pemerintahan dengan tujuan untuk melindungi hak-hak istimewa dari suatu ras atau bangsa.

Kasus ini dapat diselesaikan melalui pengadilan HAM Ad-Hoc, karena kasus ini terjadi sebelum Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 diundangkan. Dalam menyikapi pelanggaran HAM yang marak terjadi di Indonesia, pemerintah dapat melakukan berbagai upaya, baik pencegahan (preventif), maupun represif (penindakan). Upaya pencegahan dapat dilakukan dengan mengsosialisasikan sikap sadar hokum melalui seminar-seminar kepatuhan hokum. Sedangkan, upaya represif atau penindakan dapat dilakukan dengan peradilan HAM yang jujur, tegas, dan adil. Pemerintah dan masyarakat sudah seharusnya untuk saling bahu-membahu dalam pemberantasan pelanggaran HAM sebagai upaya penegakan HAM.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar