Selasa, 29 Agustus 2017

Kasar Part 1

Pernah dengar tentang istilah 'kalau mau dihargai, cobalah untuk menghargai oranglain terlebih dahulu.' ? Saya kira hal itu sudah lazim untuk didengar bukan? Dan saya pikir, bahwa hal itu benar adanya. Bukan maksud apa-apa. Bukan maksud untuk menghina dan lain-lain. Tapi, apakah seorang pembicara untuk sosialisasi produk X yang katanya berasal dari Jakarta, dan katanya lagi, alumnus dari IT*, dan sekarang melanjutkan sekolahnya di U*, serta pernah menjadi peserta sekaligus pemenang dalam olimpiade tingkat internasional di Jepan*. Apakah wajar untuk menghina fisik seseorang?
Saya pikir itu hina. Tidak ada sopan santunnya sama sekali! Pertama kali masuk ke kelas saya, yang memang pada saat itu adalah jam kosong, dan kami pergunakan untuk latihan drama untuk pelajaran Bahasa Indonesia, tiba-tiba orang ini masuk dengan sombong. Yang paling saya ingat adalah, “Kok kayak gini kelas 12nya?” Emangnya mau gimana kelas 12nya? Mau sok-sokan fokus belajar UN? Hellow, kami pun masih mempunyai banyak tugas yang harus dikerjakan sebelum fokus UN. Lagipula, posisi kami saat itu adalah geladi kotor untuk menampilkan drama dengan memanfaatkan waktu jam kosong, yang dilanjutkan dengan istirahat.
Sesudah ketika orang itu masuk dan memperkenalkan diri dengan bicara yang sangat cepat karena orang itu hanya diberi waktu 5 menit. (KATANYA. Faktanya ya lebih dari 5 menit.) Dalam memperkenalkan diri, orang itu sering sekali bilang “Perhatikan ke depan. Masukan dan simpan segala materi pembelajaran sebelumnya.” Logikanya adalah. Waktu itu jam istirahat. Wajar dong, ada yang makan dan ada yang minum? Lah teman saya yang minum itu, langsung ditegur. Sudah 2 poin yang buat saya MAKIN tidak menyukai pembawaan si pembicara.
Akhirnya, teman kami mengalah untuk cepat-cepat meminum minumannya. Si pembicara mulai bicara lagi. Eh, ada pergerakan lagi dari teman saya. Entah apa yang dilakukannya, sehingga si pembicara ngomong, “Eh gentong ….,” Apakah pantas ngomong seperti itu? Yah, walaupun teman saya ini tubuhnya memang gempal. 3 Poin.
Si pembicara ngomong lagi, terus dijeda lagi. Teman saya yang lain kena lagi. Dia ngomong apa gitu, tapi ada embel-embel gendutnya. Saya pikir bukan hal yang pantas untuk seorang pembicara yang sekali masuk ke kelas untuk berbicara seperti itu. Tidak berkelas. Eh, si pembicara ngomen lagi tentang teman saya yang lagi ngipas di depan kipas angin. “Nggak masuk angin lu di depan kipas gitu?” Loh, suka-suka temen gue dong! Kenapa ngurus banget?? Ada beberapa orang pembicara sosialisasi juga yang datang ke kelas, tapi tidak sampai segitunya. Ramah tamah, kalem, enak untuk didenger, jadi kami yang di kelas juga semangat untuk mendengarnya. LAAAH BEDA DENGAN YANG INI. Dari awal masuk sudah bikin kesal eh makin lama malah menghina fisik orang. Gak punya sopan santun? Bukan maksudnya membanding-bandingin orang lain ya… tapi menurut saya memang sudah kelewat batas.
Masuk lah si pembicara ini ke dalam hitung-hitungan matematika. Kebetulan dia ini mempromosikan produk buku + kaset matematika, makanya pengantarnya ngasih soal matematika gitu. Temen sebangku saya yang ditunjuknya. Majulah temen saya ini, terus kebetulan ada guru yang mau masuk, akhirnya si pembicara itu keluar dari kelas. Hal ini dimanfaatin temen saya yang maju untuk nanya jawaban. Dijawablah sama temen saya yang lain pake kalkulator. Masuklah si pembicara dan bertanya, darimana jawabannya itu. Awalnya saya diem, karena yang lain juga diem. Nah si pembicara nanya lagi. Yaudahlah, saya keluarkan sifat nyolot saya. “Hitung pake kalkulator.” Saya jawab. Kebetulannya saya duduk di depan. Jadi dengerlah si pembicara itu. Terus si pembicara ini bilang, “kok saya merasa dibohongi.” Akhirnya dibahasnya lah soalnya dengan SECEPAT KILAT. Ngerti aja kagak. Mungkin udah keburu jengkel kali ya, jadi bawaannya emosi. Terus akhirnya dia nanya tuh dari ujung. Kan saya duduk  di depan dan posisinya itu nomer 3 dari ujung. Dia nanya, “17x18 berapa?” ga dijawab tuh. Dia nanya lagi ke sebelahnya, “16x17 berapa?” bingung kan, namanya juga anak SMA (bukan saya membela dari balik SMA, tapi ya namanya kami diajarkan menggunakan manual, ya mau ga mau harus hitung manual. Tapi ini orang maunya jawab dengan secepat kilat. Emangnya dia pikir otak kami ini otak kalkulator? Otak manusia juga punya batasnya kali! Katakanlah dia pinter mtk, belom tentu tuh, otaknya sama pinternya kayak dia -_-.) Dan singkat cerita, dia nanya ke saya. Dia lihat nametag yang ada di seragam, terus dia bilang, “Natasya, 17x12 berapa?” Saya diem. Muka saya itu sudaaah masam-masamnya. Terus dia nanya lagi, “ayo jawab.” Seakan-akan kayak memaksa, yaudah, saya keluarin tuh kalkulator saya. Terus saya nyolot, “Yaudah sini aku jawab. 17x12? Nah, kuhitungkan!” Saya tau, sikap saya di sini juga salah. Secara dia lebih tua dari saya. Tapi gimana ya? Saya bukan membenarkan. Mungkin karena dia merasa ‘diundang sama sekolah’, jadi semena-mena gitu ya? Setidaknya lah, ramah sedikit, paling gak lah, jangan menghina! Saya paling kesal ketika menghina kelas saya, dan membandingkannya dengan kelas yang lain. “Kelas ini kok beda ya dengan kelas IPA 1 dan IPA 2?” terus temen saya ada jawab, “Iya, kelas kami unik.” Terus di jawab lagi, “BUKAN UNIK, TAPI GAK JELAS.”
Nggak lama kemudian, dia ada bilang lagi, “Tadi nggak sesuai janji sih, saya harusnya sama Bapak F, tapi karena Bapak F lagi berhalangan, makanya saya sendiri. Jadinya gini deh. Mungkin akan saya laporkan kelas ini ke Bapaknya.”
Helloooow. Apanya yang dilaporkan?!?! Terserah lah mau dilaporin ke kepsek sekalipun. Sikapnya juga yang salah! Seandainya awal masuk sopan dan nggak menghina-hina gitu, mungkin kami juga akan segan dan hormat. Lah, masalahnya dia yang ngundang buat gak enak.
Saya jadi heran, alasan sekolah ngundang kayak begituan untuk apa sih? Sarana untuk menyombongkan dirinya yang pinter matematika itu???
Intinya sih, jadi orang tuh kalau mau dihargai, coba menghargai orang lain dulu. Kalau orang sopan dan hormat sama kita, nggak mungkin kitanya berlaku semena-mena. Bukan gila hormat, dan lain-lain. Tapi dari sini nih, memang kerasa gimana kalau nggak dihormatin. Dihina fisiknya gitu. Dikira fisiknya sudah sempurna?!
Sebenarnya, selain dari itu ada lagi. Seperti dia bilang kalau bahasa inggris itu penting. Kami pun juga tau kalau bahasa inggris itu penting. TAPI CARA PENYAMPAIANNYA ITU. Masa dia bilang, “Kamu pasti gak tau deh bahasa inggrisnya kutu.” Hubungannya sama produk & pelajaran itu apa??
Sekali lagi, saya bukan maksud untuk menghina. Tapi ini adalah luapan hati saya yang teramat kesal. Mungkin sifat dan watak manusia beda-beda. Tapi setidaknya… tau di mana dia berbicara. Ya kalau dengan temannya, its okay lah. Ini masalahnya, di depan siswa SMA. Orang biasanya ngajarin yang baik-baik. Ini malah ngajarin berbicara kasar.
Udahlah, dibahas bagaimanapun udah terjadi. Kesan pertama yang buruk. Makanya, kalau mau kesan pertamanya baik, jangan berperilaku yang gak baik. Memang benar, bahwa kesan pertama sangatlah penting. Kayak gini nih. Kesan pertamanya aja udah buruk. Kedepannya jadi males.

Sabtu, 12 Agustus 2017

KRONOLOGIS KERUSUHAN MEI 1998 & URAIANNYA



Tugas Kelompok

            Anda telah menyimak berbagai kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia. Tugas Anda sekarang adalah mencari contoh kasus pelanggaran HAM. Berikan uraian tentang kategori pelanggaran HAM yang terjadi berdasarkan pertanyaan-pertanyaan berikut.
1.      Apabila kasus pelanggaran HAM tersebut termasuk pelanggaran HAM berat? Sertakan alasannya!
2.      Tuliskan kategori pelanggaran HAM berat dalam kasus tersebut, jika kasus tersebut merupakan kasus pelanggaran HAM berat!
3.      Tentukan pengadilan yang berhak mengadili kasus pelanggaran HAM tersebut!
4.      Bagaimana seharusnya pemerintah menyikapi maraknya pelanggaran HAM di Indonesia? 

Jawab:

Kasus Peristiwa Kerusuhan Mei 1998 di Jakarta

Peristiwa kerusuhan Mei 1998 diawali oleh krisis financial Asia dan dipicu oleh tragedy Trisakti dimana, 4 mahasiswa Universitas Trisakti ditembak dan terbunuh dalam demonstrasi 12 Mei 1998. Peristwa Mei 1998 merupakan suatu gerakan reformasi di Indonesia yang dilatarbelakangi oleh berbagai faktor (faktor politik, sosial dan ekonomi).
Dari faktor politik, kronologi gerakan reformasi ini diawali dengan adanya sidang umum MPR pada bulan Maret 1998, yang memilih Soeharto dan B.J. Habibie sebagai presiden dan wakil presiden RI untuk masa jabatan 1998-2003. Soeharto kemudian membentuk dan melantik Kabinet Pembangunan VII, yang mana cabinet tersebut sarat akan kolusi dan nepotisme. Ditambah juga dengan terjadinya krisis moneter pada saat itu, maka pada bulan Mei 1998, para mahasiswa mulai bergerak untuk menggelar demonstrasi dan aksi keprihatinan yang menuntut penurunan harga barang-barang kebutuhan (sembako), penghapusan KKN, dan juga menuntut pengunduran Soeharto dari kursi Presiden.
Sehingga pada tanggal 12 Mei 1998, para mahasiswa Universitas Trisakti Jakarta menggelar unjuk rasa. Dalam aksi unjuk rasa tersebut telah terjadi bentrokan dengan aparat keamanan yang menyebabkan empat orang mahasiswa yang bernama Elang Mulia Lesmana, Hery Hartanto, Hafidhin A. Royan, dan Henriawan Sie, tertembak hingga tewas, dan puluhan mahasiswa lainnya mengalami luka-luka. Kematian empat mahasiswa tersebut membuat semangat para mahasiswa dan kalangan kampus untuk menggelar demonstrasi secara besar-besaran. Hal ini berlanjut pada tanggal 13 dan 14 Mei 1998, di Jakarta dan sekitarnya. Pada saat itu, terjadi kerusuhan missal dan penjarahan, sehingga kegiatan masyarakat menjadi terhambat. Dalam peristiwa itu, puluhan toko tersebut dibakar, sehingga ratusan orang mati terbakar.
Tanggal 19 Mei 1998, para mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Jakarta dan sekitarnya berhasil menduduki gedung MPR/DPR. Pada saat itu juga, kurang dari satu juta manusia berkumpul di alun-alun utara Keraton Yogyakarta untuk menghadiri pisowanan agung, untuk mendengarkan maklumat dari Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Sri Paku Alam VII, yang mana inti dari maklumat tersebut adalah ‘anjuran kepada seluruh masyarakat untuk menggalang persatuan dan kesatuan bangsa’ dan ‘anjuran agar Presiden Soeharto mengundurkan diri.’
            Pada tanggal 20 Mei 1998, Presiden Soeharto mengundang tokoh-tokoh agama dan tokoh-tokoh masyarakat untuk dimintai pertimbangan dalam rangka pembentukan Dewan Reformasi yang akan diketuai oleh Presiden Soeharto. Puncaknya terjadi pada tanggal 21 Mei 1998,  pukul 10.00 di Istana Negara. Presiden Soeharto meletakkan jabatannya sebagai Presiden RI, di hadapan ketua dan beberapa anggota Mahkamah Agung.
            Pada kerusuhan ini, banyak toko dan perusahaan dihancurkan oleh amuk massa, terutama milik warga Indonesia yang keturunan Tionghoa. Dan juga, terdapat ratusan wanita keturunan Tionghoa yang diperkosa dan mengalami pelecehan seksual dalam kerusuhan tersebut. Sebagian bahkan diperkosa beramai-ramai, dianiaya secara sadis, kemudian dibunuh. Akibatnya, banyak warga Indonesia keturunan Tionghoa yang meninggalkan Indonesia.
Uraian:
Kasus dalam berita tersebut termasuk pelanggaran HAM berat. Kasus Kerusuhan Mei 1998 memenuhi unsur-unsur pelanggaran HAM berat, karena kasus tersebut memenuhi criteria, genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Yang mana, yang dimaksud dengan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan dan/atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelomok bangsa, ras, kelompok etnik, kelompok agama, dengan cara-cara seperti:
1.      Membunuh anggota kelompok.
2.      Mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok.
3.      Menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik, baik secara keseluruhan maupun sebagian.
4.      Memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok.
5.      Memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.
Serta, memenuhi criteria kejahatan terhadap kemanusiaan, yang mana, yang dimaksud dengan kejahatan terhadap kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan. Serangan tersebut dapat bersifat luas, atau sistematik yang ditujukan secara langsung kepada penduduk sipil, dalam bentuk:
1.      Pembunuhan; pemusnahan dan perbudakan.
2.      Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa.
3.      Perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar asas-asas ketentuan pokok hokum internasional.
4.      Penyiksaan.
5.      Pemerkosaanm perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, atau bentuk-bentuk kekerasan seksual.
6.      Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras kebangsaan, etnik, budaya, agama, jenis kelamin, atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hokum internasional.
7.      Penghilangan orang secara paksa.
8.      Kejahatan apartheid yaitu sistem pemisahan ras yang diterapkan oleh suatu pemerintahan dengan tujuan untuk melindungi hak-hak istimewa dari suatu ras atau bangsa.

Kasus ini dapat diselesaikan melalui pengadilan HAM Ad-Hoc, karena kasus ini terjadi sebelum Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 diundangkan. Dalam menyikapi pelanggaran HAM yang marak terjadi di Indonesia, pemerintah dapat melakukan berbagai upaya, baik pencegahan (preventif), maupun represif (penindakan). Upaya pencegahan dapat dilakukan dengan mengsosialisasikan sikap sadar hokum melalui seminar-seminar kepatuhan hokum. Sedangkan, upaya represif atau penindakan dapat dilakukan dengan peradilan HAM yang jujur, tegas, dan adil. Pemerintah dan masyarakat sudah seharusnya untuk saling bahu-membahu dalam pemberantasan pelanggaran HAM sebagai upaya penegakan HAM.